MERESPON KEPUTUSAN PENGADILAN YANG TIDAK BERDASARKAN MENS REA KASUS KORUPSI YANG DITUDUHKAN KEPADA TOM LEMBONG DAN BUNG HASTO
Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada Tom Lembong bukan sekadar penetapan hukum — ia adalah deklarasi politik terselubung yang menandai perubahan lanskap kekuasaan. Tak hanya membebaskan individu, tetapi juga meruntuhkan pengaruh mantan Presiden dalam mesin politik hukum.
Kronologi dan Mekanisme Hukum
DPR RI telah menyetujui usulan abolisi Tom Lembong, sesuai Surat Presiden Nomor R‑43/Pres/07/2025 per 30 Juli 2025
Menkum Supratman Andi Agtas menyebut, keputusan itu mengakhiri seluruh proses hukum yang sedang berlangsung atas kasus Tom Lembong
Untuk menjelaskan lebih jauh: abolisi merupakan otoritas presiden yang membatalkan keseluruhan akibat hukum suatu putusan, bahkan jika vonis sudah dijalankan
Respons Tokoh Nasional
Anies Baswedan menyatakan, "ini adalah kabar baik bagi Pak Tom Lembong dan keluarga", serta menunggu pendapatnya sebelum menentukan langkah hukum lanjutan
Sementara Anggota DPR Fraksi PKB, Abdullah menyatakan dukungan penuh dan menilai keputusan itu dapat memperkuat stabilitas politik dengan membuka ruang rekonsiliasi nasional, asalkan dilakukan dengan prinsip keadilan dan transparansi:
> “Prinsip hukum seperti asas legalitas, praduga tak bersalah, dan kesetaraan di hadapan hukum harus tetap menjadi fondasi utama…
Dari pihak Kejaksaan Agung, Kepala Penerangan Anang Supriatna menyatakan belum mendapat informasi rinci dan masih fokus pada proses banding. “Saya pelajari dulu,” ujarnya
Makna Politik dari Abolisi
1. Pergeseran Otoritas
Keputusan abolisi oleh Prabowo bukan sekadar aksi kemanusiaan, tetapi penegasan bahwa *pusat kekuasaan politik kini berpindah*. Abolisi menjadi senjata simbolik untuk mencabut relevansi struktur hukum dan politik era sebelumnya.
2. *Pembatalan “Panggung Bayangan”
Selama ini, meski sudah tidak menjabat, *Jokowi masih tampil dominan* dalam beberapa wacana publik. Namun dengan abolisi ini, posisi tersebut tampaknya telah merosot: *_quod non est erga latere_* — posisinya kini digantikan kuasa sah.
3. *Strategi Rekonsiliasi dan Koalisi*
Memaafkan Tom Lembong yang dikenal dekat Anies Baswedan — serta mengamnesty Hasto Kristiyanto — bisa jadi strategi politik cerdas untuk menjalin simpati lawan politik sekaligus melemahkan jaringan kekuasaan lama.
Istana membingkai keputusan itu sebagai bagian dari semangat “persatuan dan kesatuan bangsa” menyambut HUT ke‑80 RI
*Kesimpulan: Abolisi Bukan Sekadar Kebijakan, Tapi Sinyal Politik*
Abolisi ini bukan hanya menghapus jejak hukum Tom Lembong. Ia adalah *pernyataan supremasi politik* — bahwa Presiden **Prabowo* kini menjadi aktor dominan dalam narasi hukum dan politik nasional.
Ia membuktikan bahwa ia mampu memimpin penuh, memutuskan langkah hukum maupun politik berdasarkan visi dan otoritasnya, bukan atas dasar bayang-bayang masa lalu.
Dan bagi mereka yang masih berharap Jokowi tetap jadi pusat gravitasi, pesan dari Presiden Prabowo ini cukup tajam:
*Giliranku. Ini tongkat estafet kekuasaan baruku.*
Oleh: Drs. Rosidin, M.I.KomKaprodi Ilmu PemerintahanSTISIP Banten Raya Tangerang
0 Komentar